kehidupan agama kerajaan islam jambi
Sejarah
kusuma117
Pertanyaan
kehidupan agama kerajaan islam jambi
1 Jawaban
-
1. Jawaban Salsachy
Agama Islam diyakini telah hadir di Jambi sekitar abad 7 M dan berkembang menjadi agama kerajaan setelah abad 13 M. Orang Parsi (Iran), Turki dan bangsa Arab lainnya telah hadir di pantai timur Jambi (Bandar Muara sabak) sekitar abad 1 H (abad 7 M). Dalam catatan I-Tsing disebutkan bahwa sewaktu ia mengunjungi Melayu (Mo-lo-yeu), ia menumpang kapal Persia (Iran). Pada masa itu di Iran, agama Islam telah menyebar dalam masyarakatnya. Walaupun perkiraan kehadiran Islam di Jambi sekitar abad 7 M namun penyebarannya masih terbatas pada segelintir orang tertentu saja, terutama di kalangan rakyat pedagang di sekitar kota pelabuhan dan bandar-bandar.
Proses Simbiosis dan akulturasi Islam dengan masyarakat Jambi berlangsung cukup lama dalam suasana damai tanpa kekerasan bahkan ajaran Islam melekat dalam kehidupan masyarakat Melayu Jambi seperti tergambar dalam adagium “Adat bersendikan syarak, Syarak bersendikan kitabullah”.
Dalam proses Islamisasi di Jambi peran Alawiyin cukup dominan bahkan memegang tampuk penggerak kerena sejak peralihan kerajaan Melayu kuno ke Melayu Islam, dimana Raja-Raja atau penguasanya adalah keturunan langsung Akhmad Barus II.
Achmad Barus II dipanggil oleh masyarakat Jambi dengan sebutan Datuk Paduko Berhalo. Ia adalah putra Sultan Turki bernama Sultan Saidina Zainal Abidin, dari keturunan ke-7 silsilah keturunan Nabi Muhammad SAW (keturunan dari Husin bin Fatimah binti Rasulullah SAW). Dalam sejarah Jambi disebutkan bahwa Datuk Paduko Berhalo menikah dengan Tuan Puteri Selaro Pinang Masak yang merupakan seorang raja putri yang berkuasa di Ujung Jabung dan melahirkan banyak keturunan yaitu:
Orang Kayo Pingai
Orang Kayo Kedataran
Orang Kayo Hitam
Orang kayo Gemuk
Baik pada masa pemerintahan Putri Selaras Pinang Masak, maupun pemerintahan Orang Kayo Pinggai dan masa pemerintahan Orang Kayo Kedataran belum tampak pengaruh agama Islam dalam pemerintahan dan penduduk. Namun setelah Orang Kayo Hitam naik tahta tahun 1500 M ia melepaskan hubungan dengan Majapahit dan mengumumkan agar seluruh penduduk harus memeluk agama Islam. Pengumuman ini diterima dengan baik oleh penduduk, sama dengan cara penerimaan agama Hindu Buddha sebelumnya. Naluri ketimuran yang biasa terpimpin dari atas menambah suksesnya perkembangan agama baru itu oleh raja dan pembesar-pembesar negeri. Struktur pemerintahan disesuaikan dengan perkembangan agama Islam. Gelar Raja berubah menjadi Penembahan dan kemudian Sultan. Gelar Sultan tetap dipakai sampai dengan dihapuskan Kerajaan Jambi setelah kekalahan Sulthan Thaha Syaifiddin dalam menentang pejajahan Belanda.
Orang Kayo Hitam selama hidupnya melakukan banyak hal dan berjasa bagi Islam di Jambi. Salah satu di antaranya adalah mengislamkan penduduk Jambi seperti tertulis di dalam Pasal 36 Piagam Jambi.